Di Indonesia, bidang pertanian seringkali dipandang sebelah mata. Bagaimana tidak, pekerjaan seorang petani memiliki citra kotor, kampungan, dan pada umumnya diisi oleh kalangan bawah dan rakyat jelata. Padahal, jika dilihat dari urgensi suatu pekerjaan, pertanian justru ada di urutan pertama. Tanpa petani, tidak akan ada makanan untuk dimakan.
Selain karena citra petani itu buruk, terutama di kalangan anak muda, terdapat satu lagi masalah serius mengenai dunia pertanian. Kabar buruknya adalah, pertanian merupakan salah satu bidang yang menyumbang emisi karbon tertinggi. Dengan kata lain, industri pertanian menyebabkan kerusakan lingkungan yang mengancam kelangsungan planet.
Sebuah ironi bukan? Satu sisi bertindak sebagai yang menghidupi umat manusia, di sisi lain juga berdampak buruk bagi bumi.
Pertanian Presisi - Teknologi Informasi di Bidang Pertanian
Kami para pemuda lintas institusi dan bidang ilmu, mencoba berkolaborasi untuk menciptakan sebuah platform bernama UDAWA (Universal Digital Agriculture Watering Assistant). Platform UDAWA berbentuk hardware dan software, atau bisa dikatakan berbagai jenis alat lengkap dengan sistemnya yang masing-masing memiliki fungsi khusus untuk membantu petani kecil bertani secara presisi.
Kami sadar bahwa tingkat penerimaan teknologi baru di kalangan masyarakat umum di indonesia masih sangat rendah, khususnya yang terkait dengan teknologi pertanian. Oleh karena itu, platform UDAWA didesain dengan pendekatan peasant centric, alias dibuat dari petani, oleh petani, dan untuk petani. Tim dibalik platform UDAWA adalah anak muda berlatarbelakang petani / praktisi pertanian, dosen, dan mahasiswa.
Secara teknis, kunci dari pendekatan peasant centric dalam pengembangan platform UDAWA menekankan pada implementasi teknologi informasi. Sebagai contoh, kemajuan dalam teknologi komputasi cloud, teknologi embedded system dan Internet of Things, serta kecerdasan buatan dapat diramu untuk menciptakan sebuah sistem berbiaya rendah, baik dari tahap akuisisi maupun pemeliharaannya.
Dengan UDAWA, petani kecil dapat memiliki kebun pertanian, misalnya seperti rumah kaca hidroponik yang dilengkapi dengan sistem kontrol dan monitoring berbasis Internet layaknya yang dimiliki oleh industri pertanian berskala besar. Bagian dari teknologi tersebut dapat digunakan dengan mengeluarkan modal tidak besar di awal, dan seterusnya untuk pemeliharaan layaknya membeli sekarung kecil beras per bulan atau bahkan gratis.
Hidroponik - Cara Bertani Tanpa Tanah
Dunia pertanian sangatlah luas, tidak mungkin bagi kami untuk menyemai teknologi di seluruh penjurunya. Maka dari itu, satu fokus awal platform UDAWA diarahkan pada satu bidang pertanian yang berpotensi tinggi di masa depan dan telah banyak diterapkan di masa sekarang, itu adalah pertanian hidroponik. Hidroponik berarti bertani tanpa tanah, hanya mengandalkan air bermineral yang diserap dan dimakan langsung oleh akar tanaman.
Sifat hidroponik yang bersih dan sederhana berpeluang digemari anak muda yang tidak terlalu suka kotor, sesuatu yang ribet, dan tidak konsisten. Karakteristik ini juga cocok disandingkan dengan teknologi informasi yang menekankan pada komputerisasi dan digitalisasi. Terdapat banyak petani lokal telah bertani menggunakan sistem hidroponik, mulai dari sayur mayur seperti sawi-sawian, sayur impor seperti selada, bahkan sayuran berumur panjang seperti kol dan brokoli. Tidak lupa juga petani buah premium seperti golden melon, strawberry, hingga tomat dan paprika. Namun sayangnya, tidak semuanya memiliki kesempatan untuk mencicipi teknologi yang harganya mahal.
Pada umumnya, petani hidroponik disibukan dengan urusan semai menyemai, pembibitan, pembesaran, lalu tahapan yang paling ditunggu-tunggu, pemanenan dan penjualan. Secara teknis, beberapa tugas repetitif yang harus mereka lakukan adalah memeriksa kondisi tanaman, nutrisi dan air, dan apabila jam terbang petani sudah banyak, kondisi lingkungan juga tidak luput dari perhatian. Tugas-tugas berulang inilah yang dapat dialihkan menjadi otomatisasi menggunakan alat dan sistem. Misalnya, ketimbang dua kali sehari memeriksa suhu dan TDS (total dissolved solids / kadar mineral) air, petani dapat memasang sensor yang bahkan dapat memantau kondisi air secara terus menerus 24 jam. Contoh lainnya, ketimbang cabut colok pompa secara manual, petani dapat menggunakan aktuator untuk menjadwalkan otomatis, kapan pompa menyala, kapan padam.
Dengan demikian, tidak hanya menghemat waktu sehingga petani dapat lebih fokus untuk urusan yang lebih penting, seperti pruning atau kegiatan pemeliharaan tanaman, namun juga dapat membantu petani menghemat sumber daya, dan mendapatkan wawasan tentang mekanisme bertani mereka. Wawasan tentang mekanisme bertani dapat terbentuk berkat adanya pencatatan data, baik data dari sensor air maupun lingkungan, termasuk juga data nyala/padam instrumen pertanian (pompa, blower, lighthing, mixer, dan lainnya).
UDAWA Sub Sistem - Varian Khusus Untuk Tugas Khusus
Pada tahap awal pengembangan platform, perangkat UDAWA memiliki tiga varian sub sistem, diantaranya adalah sub sistem untuk kontrol instrumen pertanian (UDAWA Gadadar), sub sistem untuk monitoring kondisi air (UDAWA Damodar), dan sub sistem untuk monitoring tanaman dan deteksi dini kelayuan (UDAWA Sudarsan). Dengan membaginya menjadi beberapa sub sistem atau varian khusus untuk tugas khusus, maka dimungkinkan untuk kastemisasi dan penghematan biaya bagi fitur yang tidak diperlukan. Berikut ulasan lebih detail tentang spesifikasi umum masing-masing varian sub sistem UDAWA yang saat ini telah terimplementasi:
Profil Penulis
- Member Since 8 tahun 7 bulan ago
Aditya Suranata
Embedded System, Internet of Things, Precision Agriculture, Controlled Environment...
Aditya suka menulis, bukan hanya sekedar hobi, menulis menjadi medianya untuk mencurahkan pikiran dan perasaan. Di TutorKeren.com kebanyakan menyumbang tulisan sesuai dengan minat dan keahliannya yaitu pada kategori pemrograman dan elektronika....
Komentar Terbaru